Pemimpin Baik? Teladani Empat Kepribadian Rasul Muhammad SAW

Ilustrasi
Ilustrasi
Ilustrasi

Jakarta – Aktivis Muda NU, Lathifa Marina Al-Anshori saat ditemui dalam perayaan Maulid di Pondok Pesantren Tapak Sunan Condet, Jakarta, mengatakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW seharusnya bukan sekadar perayaan.

Lebih dari itu, Lathifa menyebut, sikap dan perilaku sosok makhluk istimewa yang dilahirkan ke bumi ini tersebut diteladani secara baik.

Bacaan Lainnya

“Rasulullah adalah sosok yang mulia, kekasih Allah dan juga pemimpin yang dikagumi seluruh manusia di bumi ini. Karakter kepemimpinan Rasul semestinya ditiru oleh pemimpin-pemimpin di manapun, khususnya di Indonesia. Pemimpin kita sebaiknya selalu berkata dan berbuat benar agar sahabat dan pengikutnya bisa membenarkan apa yang dilakukannya,” ujar Lathifa.

Lathifa menjelaskan, seorang pemimpin haruslah memiliki jiwaamanah, yang artinya bisa dipercaya. Bagaimana bisa seseorang bisa menjadi pemimpin apabila dia tidak dapat dipercaya oleh pengikutnya ataupun musuhnya?

Kemudian sifat tabligh, yaitu kemampuan dalam menyampaikan kebijakan-kebijakannya sehingga dapat diterima dengan baik dan. Pemimpin juga seharusnya pandai dan cerdas, sebuah implementasi sifat fathanah, karena kalau tidak begitu ya tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul dari waktu ke waktu.

Shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanan, empat kepribadian yang layaknya dimiliki oleh pemimpin Indonesia,” ujar Lathifa.

Pemimpin harus mempunyai jiwa yang menjunjung Amar ma’ruf nahi munkar, dimana dia selalu mengajak kepada kebaikan dan menjauhi perbuatan tercela. Namun sedihnya, kata Lathifa, yang terjadi belakangan ini di negara kita adalah sebaliknya, mengajak berbuat jahat dengan korupsi berjamaah sehingga jauh dari nilai kebaikan.

“Saya rasa kita semua pastinya mengidamkan pemimpin yang menjunjung tinggi nilai amar ma’ruf nahi munkar, bukan malah mencontohkan perbuatan yang tidak baik,” kata Lathifa.

Sifat Rasulullah adalah teladan terbaik, sebaik-sebaiknya contoh jika kita ingin menjadi pemimpin.

“Intinya jelas, kalau Nabi kita saja mengedepankan toleransi bermasyarakat dan beragama mengapa kita harus berpikir untuk melenceng dari situ? Kafir dzimmi saja dilindungi Nabi, betapa memilukan melihat sekarang ini ada saja muslim yang menyerang sesama muslim. Sesungguhnya hal demikian itu adalah jauh dari islam sesungguhnya yang mengajarkan perdamaian,” jelasnya.

Kemudian, kata Lathifa, bahwa pada akhirnya pemimpin yang baik tersebut akan membawa rakyatnya kepada ummatan wasathan, yang berarti umat yang moderat, bertoleransi tinggi, mencintai perdamaian, dan terutama selalu beribadah. Seperti itulah umat yang dibentuk oleh Rasulullah yang tercetak padaTabi’in dan Tabi’ Tabi’in, sebuah contoh ideal sebuah masyarakat.

Ummatan wasathan adalah masyarakat ideal yang di contohkan oleh Rasul dan seharusnya dilaksanakan oleh pemimpin-pemimpin di Indonesia. Dan yang pasti pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang bersedia menjadi ‘budak’ atau pelayan untuk rakyatnya,” katanya.

(TribunNews)

Pos terkait