Pilkada Padang, Pengamat : Koalisi Rakyat Untuk Pemerintahan Daerah yang Baik

Alat peraga sosialiasi Pilkada Padang putaran kedua. FOTO/HUDA PUTRA
Ilustras. Pilkada. Foto : Istimewa
Alat peraga sosialiasi Pilkada Padang putaran kedua. FOTO/HUDA PUTRA
Ilustrasi. Pilkada. Foto : Istimewa

Pemilihan Kepala Daerah (PIlkada) Kota Padang tahun 2018 sudah memunculkan berbagai calon untuk memenangi pesta demokrasi ibukota Sumatera Barat itu, lima tahun kedepan. Namun, pecah kongsi antara kepala daerah masih mnejadi perbincangan yang hangat dari tahun ke tahun.

Pengamat Politik Universitas Andalas, Edi Indrizal mengatakan, jika pecah kongsi ini sendiri sudah terlihat dari saat ini dalam Pilkada Padang.

Bacaan Lainnya

“Iya, kita lihat, antara petahana Walikota dan Wakil Walikota sudah berbeda haluan seperti menjadi rahasia umu, beberapa waktu belakangan. Petahana Wawako sekarang juga sudah memantapkan untuk bertarung sebagai Calon Walikota pada Pilkada Padang tahun 2018,” kata Edi di Padang, Selasa (12/9/2017).

Dijelaskan Edi, jika pecahnya kongsi kepala daerah sudah terlihat dari diterapkan sistem pemilihan langsung. Sebagai contoh, saat Gamawan Fauzi menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri tahun 2014, ia pernah mengatakan, jika banyak kepala daerah dan wakilnya yang pecah kongsi saat menjabat.

“Jumlahnya sendiri sangat banyak, Gamawan sendiri menyebut, jika mencapai 95 persen,” jelasnya.

Lanjut Edi, pada tahun 2014, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pernah melakukan kajian terkait persoalan tersebut. Dimana, kajian itu menunjukkan jika ada 971 dari 1.026 atau 94,64 persen hasil Pilkada tahun 2005 hingga 2013 terjadi pecah kongsi.

“Berdasarkan kajian itu didapatkan, jika hanya 55 pasangan kepala daerah yang tetap harmonis hingga akhir masa jabatannya,” sebutnya.

Terkait waktu pecahnya kongsi kedua pemimpin tersebut, faktanya, mulai sejak masa kampanye hingga ada yang hanya tiga bulan harmonis. “Waktu bermacam-macam, ada juga setahun, ada yang dua tahun, dan lain-lain,” kata Edi.

Selain itu, ada dua faktor mendasar yang menyebabkan adanya pecah kongsi antara kedua pemimpin daerah itu berdasarkan kajian Kemendagri.

Pertama, kepala daerah minim memberi kesempatan maupun kewenangan kepada wakilnya, dilain sisi, wakil kepala daerah menuntut lebih dari ketentuan Undang-undang. “Sama-sama tidak proporsional dalam menjalankan amanat Undang-undang,” terang Edi.

Faktor kedua, kepala daerah dan wakil kepada daerah sama-sama berupaya mendapatkan simpati masyarakat, bahkan mirisnya cenderung untuk demi popularitas untuk melenggangkan kekuasaan, bukan demi cinta rakyat. “Makanya yang banyak terjadi justru rivalitas. Rivalitas hingga saling berhadapan di Pilkada berikutnya,” tutur Edi.

Untuk itu, menurut Edi, dalam menyongsong Pilkada Padang kedepan, hendaknya masing-masing Pasangan Calon (Paslon) membuat koalisi rakyat, demi menciptakan pemerintah daerah yang baik.

“Sarannya, cukup sederhana, buatlah koalisi yang memiliki komitmen kepada rakyat, kepercayaan nomor satu, itu penting. Jangan hanya membentuk koalisi guna memenangkan Pilkada saja,” harapnya.

Pos terkait